Perkembangan Islam Di Korea Selatan
Seoul Central Mosque, Itaewon
Setidaknya ada sekitar 45.000 orang penganut agama Islam di Korea,
tidak termasuk tenaga kerja Muslim yang bekerja di Korea. Islam juga
merupakan agama yang berkembang dengan pesat di Korea Selatan. Termasuk
juga pekerja-pekerja Korea yang memeluk agama Islam yang pulang dari
negara-negara Timur Tengah seperti Arab Saudi.
Di Korea Selatan, populasi orang Islam
semakin meningkat sejak pengenalan agama tersebut tak lama selepas
Perang Korea. Masyarakat Islam (kelahiran Korea dan asing) terpusat di
sekitar Seoul.
Terdapat pertumbuhan pelan tapi nyata
perpindahan orang-orang Timur Tengah (Iran, Irak, Kuwait dan Qatar)
beserta Pakistan, Turki, Indonesia, dan Malaysia ke Korea Selatan yang
mayoritas beragama Islam semasa tahun 1990-an dan 2000-an, biasanya
datang sebagai tenaga kerja ke negara ini.
Di balik fakta bahwa orang Islam Korea
adalah masyarakat yang kecil, mereka merupakan sebagian daripada
struktur berbagai agama masyarakat Korea yang merupakan penganut agama
Buddha, ajaran Tao dan agama Kristen. Islam dalam bahasa Korea adalah 이슬람 (Iseullam).
Sejarah Awal
Dari pertengahan hingga akhir abad 7,
pedagang-pedagang Islam telah dikenal dari Khilafah yang pergi ke
negara Cina Tang serta membuat perhubungan dengan Silla, salah satu
daripada Tiga Kerajaan Korea. Pada tahun 751, general Cina Gao Xianzhi
telah memimpin Pertempuran Talas bagi pihak Cina Tang melawan Bani
Abbasiyah namun tewas. Rujukan paling tua bagi Korea dalam karya
geografi bukan Asia Timur muncul dalam Tinjauan Umum Terhadap
Jalan-jalan dan Kerajaan-kerajaan oleh Ibn Khurdadbih pada pertengahan
abad 9.
Perhubungan skala kecil dengan
bangsa-bangsa yang mayoritas beragama Islam, khususnya orang Uyghur,
terus berjalan. Satu perkataan dalam bahasa Korea bagi Islam, hoegyo
(회교, 回敎) datang daripada huihe (回紇), satu nama lama Cina bagi orang
Uyghur. Semasa tempoh akhir Goryeo, terdapat masjid-masjid di ibukota
Gaeseong.[10] Semasa pemerintahan Mongol di Korea, orang-orang Mongol
amat bergantung pada orang Uyghur untuk membantu mereka menguruskan
kerajaan mereka yang luas itu karena pengalaman orang Uyghur dalam
pengurusan jaringan-jaringan perdagangan yang berkembang luas.
Al Fatah Mosque, Busan |
Semasa Perang Korea, Turki mengirim
tentara kedua terbanyak (setelah Amerika Serkat) untuk membantu Korea
Selatan di bawah arahan PBB. Di samping sumbangan mereka dalam medan
pertempuran, orang Turki juga membantu dalam kerja kemanusiaan,
membantu mengurus sekolah-sekolah masa perang bagi anak-anak yatim
akibat peperangan. Tidak lama selepas perang itu, beberapa orang Turki
yang ditempatkan di Korea Selatan sebagai pasukan PBB mulai mengajari
orang-orang Korea mengenai Islam. Persatuan Orang Islam Korea berdiri
pada tahun 1955, ketika masjid pertama di Korea Selatan dibangun.
Persatuan Orang Islam Korea berkembang cukup besar sehingga menjadi
Persekutuan Orang Islam Korea pada tahun 1967.
Sekarang
Pada tahun 1962, kerajaan Malaysia
telah menawarkan bantuan US$ 33,000 untuk sebuah masjid yang akan
dibangun di Seoul. Walau bagaimana pun, rancangan tersebut terbantut
akibat inflasi. Minat terhadap Islam mula meningkat hanya bermula pada
sekitar 1970-an ketika hubungan ekonomi Korea Selatan dengan banyak
negara Timur Tengah menjadi kentara. Sebagian orang Korea yang bekerja
di Arab Saudi telah memeluk Islam; apabila mereka menyempurnakan lama
kerja masing-masing dan pulang ke Korea, mereka memastikan bilangan
orang Islam asli. Masjid Pusat Seoul akhirnya dibangun di Itaewon,
Seoul pada tahun 1976. Hari ini terdapat juga masjid di Busan, Anyang,
Gwangju, Jeonju and Daegu. Menurut Lee Hee-Soo (Yi Hui-su), terdapat
lebih kurang 40,000 orang Islam yang berdaftar di Korea Selatan, dan
lebih kurang 10.000 dianggarkan adalah penganut yang saleh.
Yayasan Muslim Korea menyatakan bahwa
ia akan membuka sekolah dasar Islam yang pertama dan akan dinamakan
Sekolah Dasar Putra Sultan Bin Abdul Aziz pada bulan Mei 2009 dengan
maksud untuk membantu orang Islam di Korea mempelajari agama mereka
dan mengikuti kurikulum yang resmi. Rancangan sedang dijalankan untuk
membuka sebuah pusat kebudayaan, sekolah-sekolah menengah dan
universitas. Abdullah Al-Aifan, Duta Arab Saudi ke Seoul telah
mengirimkan $ 500,000 kepada yayasan tersebut bagi pihak kerajaan Arab
Saudi.
Banyak orang Islam Korea mengatakan
perbedaan gaya hidup mereka membuatkan mereka dapat berdiri teguh
dibanding orang lain dalam masyarakat. Walau bagaimana pun,
kebimbangan terbesar mereka ialah sikap trauma yang dirasakan mereka
selepas peristiwa 11 September 2001, ketika banyak orang menunjukkan
minat terhadap ide-ide keislaman.
Tak dapat dipungkiri ditengah maraknya
drama Korea dan musik kpop di seluruh dunia, pariwisata Korea pun ikut
terdongkrak. Bahkan negeri ginseng tersebut kini telah memperkenalkan
wisata halal kepada para wisatawan di seluruh dunia termasuk
penyediaan restoran halal.
Sejak tahun lalu, Korea rupanya telah
menyadari bahwa wisatawan dari negara-negara Asia dan Timur Tengah
menjadi salah satu penyumbang devisa di bidang pariwisata. Namun salah
satu kendala yang seringkali dihadapi para wisatawan muslim tersebut
adalah ketersediaan makanan halal dan tempat menunaikan ibadah
(mushola).
Di Korea sendiri sebagian besar
makanannya banyak yang terbuat dari daging babi (non halal). Hal
tersebut dikarenakan Islam di Korea hanya posisi minoritas yaitu
sekitar 200.000 – 250.000 jiwa (data tahun 2010) alias kurang dari 10%
dari jumlah penduduk. Selain itu mereka juga biasa mengkonsumsi arak
saat bersantap. Padahal dalam agama Islam, kedua hal tersebut justru
harus dihindari dan tidak boleh dikonsumsi.
Namun saat ini di Korea Selatan
pengembangan agama Islam sudah tampak makin meluas terutama di kota
besar seperti Busan. Perubahan tersebut ditandai dengan kemunculan
masjid-masjid yang sudah banyak tersebar hampir di seluruh kota besar
di Korea Selatan.
Bahkan kini para wisatawan muslim boleh berlega hati, karena Korea Tourism Organization
(KTO) telah mengkampanyekan wisata halal. Salah satu aksi yang
dilakukan KTO guna menarik wisawatawan muslim adalah dengan penyediaan
luchbox halal dan memperbanyak sarana ibadah bagi kaum muslim.
Selain itu untuk membidik wisatawan
muslim sejumlah restoran halal juga sudah banyak dijumpai. Sebagian
besar restoran halal tersebut adalah restoran yang menyajikan
menu-menu India, Timur Tengah, dan Vegetarian. Misalkan saja Asalba
yang dimiliki oleh seorang warga Pakistan yang tinggal di Korea. Ganga
Restaurant sendiri telah menyajikan menu-menu halal India di Korea
sejak lebih dari 10 tahun lalu. Kemudian ada Salam Restaurant yang
cukup populer karena berlokasi dekat Seoul Central Masjid di Itaewon.
Islam eratkan hubungan antara Indonesia dan Korea Selatan
Dosen Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah asal Korea Ali An Sun Geun mengatakan
Indonesia-Korea Selatan menciptakan jembatan budaya melalui
penyebarkan agama Islam.
Demikian yang disampaikan Ali An Sun
Geun dalam peluncuran buku “Islam Damai di Negeri Asia Timur Jauh,
Meneropong penyebaran dan dinamika di Korea’ di Jakarta, .
Dalam peluncuran dan bedah buku
tersebut dihadiri rektor UIN Syarif Hidayatullah, Komarudin Hidayat,
Sekretaris Fraksi Partai Golkar Ade Komarudin, Anggota DPR Fraksi
Demokrat Imran Muchtar Alifia dan sejumlah tokoh dan perwakilan Duta
Besar Korea.
Dalam bukunya Ali menyampaikan bahwa
beberapa tahun silam telah terjadi booming khas budaya Korea yang
disebut Korean wave antara Indonesia dan Korea selatan di bidang
politik, ekonomi, sosial, pendidikan, budaya dan lainnya.
“Indonesia akan bekerja sama di bidang pertukaran informasi tentang budaya islam dan diharapkan dengan terjalinnya hubungan kerjasama ini akan menciptakan jembatan budaya antar kedua negara,” katanya.
“Indonesia akan bekerja sama di bidang pertukaran informasi tentang budaya islam dan diharapkan dengan terjalinnya hubungan kerjasama ini akan menciptakan jembatan budaya antar kedua negara,” katanya.
Ketertarikan Ali dengan Islam terjadi
sejak masih Sekolah Menengah Atas di Korea yang membawa Ali merantau
ke Indonesia dan menimba ilmu islam di IAIN Syarif Hidayatullah dan
berhasil sebagai sarjana Fakultas Dakwah. Ali juga mengambil magister
Antropologi Agama di Universitas Indonesia (UI). Setelah itu, Ali juga
mengambil gelar doktor di UIN Syarif Hidayatullah. Saat ini Ali giat
berdakwah di Korea.
Geliat dakwah di negeri Ginseng ini
dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang menggembirakan. Ali
yang juga dosen Metodologi Dakwah dan Kewirausahaan pada UIA
(Universitas Islam As-Syafi’iyah) mengatakan saat ini, tak kurang dari
30 ribu warga Korea Selatan telah memeluk agama Islam.
Semangat keagamaan juga sudah sangat terasa. Mulai dari diskusi, pengajian serta kegiatan dakwah lainnya di berbagai masjid yang ada di kota-kota besar Korea Selatan seperti di Seoul dan Busan.
Semangat keagamaan juga sudah sangat terasa. Mulai dari diskusi, pengajian serta kegiatan dakwah lainnya di berbagai masjid yang ada di kota-kota besar Korea Selatan seperti di Seoul dan Busan.
“Sekarang perkembangan Islam di Korea
Selatan sangat menggembirakan. Dibanding dasawarsa lalu cukup
bergeliat. Dakwah Islam semakin intens sejak tahun 1955 setelah perang
antara Korea Selatan dan Korea Utara,” katanya.
Dalam bukunya, Ali juga mengupas sejarah masuknya Islam ke Korea itu yang juga didukung oleh penduduk Korea.
Dalam bukunya, Ali juga mengupas sejarah masuknya Islam ke Korea itu yang juga didukung oleh penduduk Korea.
“Orang Korea yang masuk Islam pertama
kali bernama Muhammad Jun Du Young, beliau adalah sebagai Muslim Korea
pertama yang memimpin agama Islam di Korea Selatan. Mulai saat itu
berkembang sampai sekarang sekitar 30 ribu orang sudah menganut agama
Islam dan lebih dari tujuh buah masjid berada di Korea,” katanya.
Bagi orang Korea, lanjut Ali, agama
Islam sangat berkesan. Pada tahun 1980-an orang Korea banyak yang
bekerja di luar negeri khususnya di Timur Tengah sehingga selain
bekerja, mereka juga mempelajari Islam.
“Begitu kembali ke Korea, mereka
menyebarkan agama Islam kepada warga setempat. Kita lihat, masjid
Korea mencontoh masjid di zaman Rasulullah. Berada di tengah-tengah
kota Seoul, lantai pertamanya tempat perdagangan dan bisnis,”
jelasnya.
Menurut Ali yang menarik di Korea,
orang-orang yang sudah belajar agama Islam di luar negeri, ketika
kembali ke Korea Selatan mereka giat menyebarkan dakwah Islam.
Kegiatan dakwah orang-orang Korea sangat intens. “Kita mengutamakan
dakwah bilhal (dakwah dengan perbuatan),” katanya.
Menanggapi hal ini, Komarudin Hidayat
mengatakan bahwa pihaknya mengapresiasi tulisan Ali yang sudah 26
tahun tinggal di Indonesia dan memeluk agama Islam.
“Ia merupakan salah satu juru bicara
Indonesia tentang Islam bagi pemerintah dan masyarakat Korea Selatan,
demikian sebaliknya Ali merupakan nara sumber terdekat untuk
mengetahui perkembangan islam di Korea,” katanya.
Lebih lanjut, buku yang ditulisnya ini juga merupakan konstribusi yang amat berharga bagi semua golongan untuk mengenal lebih dekat perkembangan islam di Korea Selatan.
Lebih lanjut, buku yang ditulisnya ini juga merupakan konstribusi yang amat berharga bagi semua golongan untuk mengenal lebih dekat perkembangan islam di Korea Selatan.
“Semoga buku ini juga menjadi aspirasi
dan dorongan kepada semua pihak, khususnya bagi lembaga pendidikan
untuk memperkuat kerjasama dengan perguruan tinggi dan pusat-pusat
studi kebudayaan di sana,” katanya.
Hal senada juga disampaikan Ade komarudin yang menilai bahwa buku ini merupakan buku pertama yang diterbitkan di Indonesia yang mengisahkan tentang sejarah dan perkembangan Korea.
Hal senada juga disampaikan Ade komarudin yang menilai bahwa buku ini merupakan buku pertama yang diterbitkan di Indonesia yang mengisahkan tentang sejarah dan perkembangan Korea.
Kedekatannya dengan Ali sejak sama-sama
kuliah di UIN Syarif Hidayatullah terus berlanjut. “Saya berharap
beliau akan terus berpestasi dengan karya-karya intelektual yang mampu
memberikan aspirasi, semangat dan motivasi kepada generasi muda,”
katanya.
Komentar
Posting Komentar